Kajian Isu #2 RKUHP

RKUHP

(Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

Disusun oleh Komunitas Tanggap Isu

 Pada 18 September 2019, pemerintah dan DPR RI telah menyepakati RKUHP dalam Pembahasan Tingkat I untuk dibahas dalam Pembahasan Tingkat II, yakni pengambilan keputusan di Rapat Paripurna. Namun ditunda karena masifnya penolakan dari masyarakat, rencana ini banyak ditentang karena proses yang tidak transparan. Sebenarnya upaya pembaharuan KUHP pertama kali disampaikan ke DPR oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2015, Presiden Joko Widodo menyampaikan kembali rencana revisi ke DPR dan menerbitkan Surat Presiden Nomor R-35/Pres/06/2015 pada 5 Juni 2015 yang ditindaklanjuti dengan pembahasan intensif selama lebih dari empat tahun.

  • Apa itu RKUHP?

Mungkin masih pada belum tau nih sejarah RKUHP, jadi aturan hukum pidana indonesia bersumber dari hukum zaman Belanda yang sudah ada sejak lebih dari 100 tahun lalu, Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie (WvS) Stb No.732/1915 mulai berlaku pada 1 Januari 1918. Lalu, UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan UU No. 73/1958 memberlakukan WvS atau yang lebih dikenal dengan KUHP, sebagai Peraturan Hukum Pidana Nasional.

RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) merupakan wujud dari adanya pembaharuan hukum pidana di Indonesia yang telah dimulai sejak tahun 1964. Pembaharuan dilakukan karena adanya alasan filosofis, politis, sosiologis, dan praktis. Secara filosofis, KUHP yang disusun oleh pemerintah kolonial Belanda perlu diganti karena landasan filosofinya yang berbeda. Secara sosiologis, banyak pasal di KUHP yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Serta adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat berbagai pengaturan tindak pidana di dalam KUHP tidak memadai dan ketinggalan oleh zaman. Karena alasan tersebut dirasa perlu adanya pembaharuan KUHP.

  • Untuk apa RKUHP?

RUU KUHP bertujuan melakukan penataan ulang sistem hukum pidana nasional. Berkaitan dengan hal itu untuk memperbaharui KUHP yang berasal dari Wetboek van Srafrecht voor Nederlandsch, serta untuk menyesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara saat ini. Selain itu, RUU KUHP sendiri disusun dengan tujuan untuk memberikan pengatur keseimbangan antara kepentingan negara atau kepentingan individu. Hal itu juga ada kaitannya dengan perlindungan pelaku dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, serta antara hak dan kewajiban asasi manusia.

  • Mengapa RKUHP bermasalah?

Mengapa RKUHP Bermasalah? Terdapat banyak pasal yang multitafsir dan menimbulkan kontroversi, serta banyak terdapat pasal-pasal ‘karet’ yang berpotensi mengekang kebebasan dan hak berekspresi warga negara, dan seolah-olah membuat reformasi ‘98 tidak ada maknanya lagi karena demokratisasi Indonesia perlahan mundur. Substansi yang terdapat dalam pasal-pasal RKUHP juga mempunyai potensi penyalahgunaan yang besar oleh para pemangku jabatan.

  • Pasal yang bermasalah

Berikut beberapa pasal kontroversial yang dianggap bisa membahayakan kehidupan bernegara di Indonesia dalam RKUHP yaitu:

1. Pasal kritik terhadap presiden dan wakil presiden. Pasal 28 ayat 2

“Kritik adalah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan presiden dan wapres yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut. Kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan atau dilakukan dengan cara yang objektif.”

Pasal ini dinilai mengancam demokrasi dengan mempersempit dan membatasi definisi “kritik “ dengan keharusan bersifat dan menyediakan solusi. MK secara tegas juga menyatakan pasal tersebut secara konstitusional bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (2) dan (3) UUD 1945.

2. Pasal penghinaan terhadap pemerintah. Pasal 240-241

“Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 ( tiga ) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Delik tidak jelas dan pasal serupa sudah dibatalkan dengan putusan MK No.6/PUU-V/2007. Tujuan pembatasan ini adalah melindungi nama baik pejabat publik. Kepentingan ini tidak sah karena pejabat publik justru harus memiliki toleransi lebih besar terhadap kritik karena telah bersedia mengemban fungsi publik dalam konteks demokrasi dan telah menyadari dirinya berada dalam pengawasan publik.

3. Pasal tentang tindak pidana terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. Pasal 351

  • Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu ) tahun 6 ( enam ) bulan atau denda paling banyak kategori II.
  • Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling 3 ( tiga ) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
  • Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

Bertentangan dengan kovenan hak sipil dan politik komisi HAM dan PBB No 34 bahwa negara peserta tidak seharusnya melarang kritik terhadap institusi

4. Pasal tentang penyelengaraan pawai, unjuk rasa, atau demokrasi. Pasal 256

“Setiap seseorang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum  yang mengakibatkan tanggungannya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II”.

Pasal tersebut berpotensi membatasi hak untuk berekspresi dan berpendapat, serta rentan disalahgunakan untuk merepresi pihak yang kritis terhadap pemerintah. Padahal,  hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat telah dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

Diatas hanya contoh sebagian kecil pasal-pasal yang bermasalah. Selain itu, draft RKUHP mengatur total 1.251 perbuatan pidana dan 1.198 diantaranya diancam dengan pidana penjara. Jumlah tersebut sangat berpotensi membuat penjara semakin penuh. Ketentuan dalam RKUHP dapat membuat masyarakat terancam dipidana dan dipenjara hanya karena menggunakan hak atas kebebasan berekspresi atau kebebasan berpendapat. Karena aturan ini akan berdampak sangat besar bagi kehidupan masyarakat, sebelum disahkan pasal-pasal kontroversial harus dirombak dan pasal-pasal yang bermasalah harus dikaji ulang dengan mendengar masukan publik. Apabila RKUHP ini disahkan maka semua bisa terdampak mulai dari jurnalis, aktivis, nelayan, pedagang, komedian, mahasiswa, guru, tukang ojek, ibu rumah tangga. Semua profesi, semua orang, semua yang berpendapat bisa kena kecuali “TUAN” nya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Amnesty.id. 2022. RKUHP akan Disahkan Bulan Depan, tapi Pembahasan Masih Belum Transparan. Diakses pada 25 Agustus 2022, dari https://www.amnesty.id/rkuhp/

Sukanegara, Made. 2007. Tujuan Dan Pedoman Pemidanaan Dalam Pembaharuan Sistem Pemidanaan Di Indonesia. Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Semarang.

ejournal2.undip.ac.id. 2021. Urgensi Tujuan Dan Pedoman Pemidanaan Dalam Rangka Pembaharuan Sistem Pemidanaan Hukum Pidana. Diakses pada 25 Agustus 2022, dari https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/download/11090/5553

misaelandpartners.com. 2019. Kontroversi Rancangan Undang-Undang KUHP.  Diakses pada 25 Agustus 2022, dari http://misaelandpartners.com/kontroversi-rancangan-undang-undang-kuhp/