Kajian Isu #1 Pendidikan Farmasi

PENDIDIKAN FARMASI YANG TIDAK STATIS

By: Komunitas Tanggap Isu

Dinamika dalam dunia pendidikan tentunya tidak akan pernah berhenti selama pengembangan pendidikan tetap dilakukan untuk menjadikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Sudah banyak yang dilakukan dalam upaya pembentukan strata pendidikan yang baik seperti perubahan kepengurusan dalam suatu lembaga pendidikan, pergantian kurikulum ataupun bahkan perubahan failitas yang menunjang pendidikan. Seperti yang dapat kita amati pada salah satu prodi di Indonesia yakni prodi Farmasi. Banyak polemik yang ada pada prodi farmasi, baik dari ketimpangan jumlah lulusan S1 Farmasi dengan jumah PSPA (Pendidikan Apoteker), Perbedaan kurikulum antara setiap prodi farmasi, Akreditasi dan Fasilitas penunjang pembelajaran dan berbagai hal lainnya.

Mengacu pada acara Mata Kastrad, yang diselenggarakan oleh Departemen Kastrad BEM-F Farmasi yang diselenggarakan pada Juni, Minggu (19/06/2022) 13.00 WIB melalui media Zoom dan Live Youtube, dengan 2 Pemateri yang dihadirkan yakni Ketua APTFI, Prof. Dr. apt. Daryono Hadi Tjahjono, M.Sc  dan Kepala Prodi S1 Farmasi UAD yakni Dr. apt. Dwi Utami, M,Si dimana pemateri banyak mengupas mengenai perkembangan dunia Farmasi. Salah satu yang menjadi sorotan penting yang dibahas didalamnya terkait ketidak merataan jumlah Apoteker dengan populasi masyarakat di Indonesia. Prof. Daryono mengatakan, “Ketidakmerataan PSPA ini bukan dikarenakan birokrasi pendidikan yang rumit melainkan kurangnya dana dan dukungan dari pemerintah terkait studi Farmasi itu sendiri”, ujarnya. Beliau Juga membahas terkait perubahan dalam segi kurikulum kefarmasian dan capaiannya itu dengan dasar APTFI ingin menjadikan lulusan Apoteker yang berkualitas baik dalam pendalam studi maupun praktek kerja dilapangan, “Tentunya kami mengatur terkait ujian CBT/OSCE, serta target capaian setiap jenjang studi adalah untuk penguasaan yang mendalam sesuai kapasitasnya dan juga sebagai persiapan mereka untuk jenjang pendidikan berikutnya atau pendidikan Apoteker”, ujar Prof Daryono, “tak hanya capaian teoritis saja yang diharapkan dapat maksimal, tapi keahlian mereka dalam praktek dan keterampilan mereka dalam dunia kerja juga dapat dikuasai dengan baik” tambahnya. Tambahan lainnya yang dipaparkan oleh pemateri dua yakni Dr. apt. Dwi Utami, M.Si, beliau menyampaikan terkait alasan kenapa  setiap program studi Farmasi di setiap lembaga Pendidikan itu berbeda dalam hal penyusunan kurikulum, adalah karena setiap lembaga diberi Haknya untuk mengatur kapan dan apa saja yang ingin akan disusun dalam proses perkuliahan dengan tidak keluar dari capaian atau target yang diberikan oleh APTFI, “Prodi diberikan hak untuk mengatur bagaimana pelaksanaan terkait kurikulum perkuliahan, dan adapun tambahan didalamnya adalah sebagai bentuk atau ciri khas dari setiap program studi Framasi”, ujar beliau, “dan tentunya UAD ingin membentuk Farmasis yang tidak lepas dari agama, begitu juga harapan setiap lembaga lain”, tambahnya.