Evaluasi BPJS

Oleh: Fakhriah Hayati

Dept.Kajian Strategis dan Advokasi-BEMF Farmasi UAD

Salah satu hak mendasar warga negara yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah adalah
pelayanan kesehatan sebagimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H
ayat 1 yang berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Kini sudah lebih dari 3 tahun BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan berjalan lantas sudah sejauh
manakah perkembangan BPJS?.
Menurut Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Perpres No.12 Tahun
2013 Tentang Jaminan Kesehatan dalam pasal 1 ayat 14 menjelaskan bahwa fasilitas pelayanan
kesehatan ialah pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat. Dari uraian tersebut tersirat bahwa fasilitas
pelayanan kesehatan harus menjamin kesehatan dari pesertanya sendiri. Dan pada pasal 2 Ayat 1
menyebutkan manfaat pelayanan kesehatan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan
seperti penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi rutin, keluarga berencana dan skrining
kesehatan. Pada pasal 22 ayat 1 huruf a dan huruf b menjelaskan pelayanan kesehatan yang dijamin
adalah pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik dan
pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
Berdasarkan peraturan presiden yang sama, ada dua kategori yang menjadi peserta JKN
kesehatan yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang artinya dibiayai negara, pesertanya adalah orang
yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu. peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) artinya
tidak ditanggung pemerintah atau membayar sendiri. Yang termasuk peserta bukan PBI adalah
pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah, serta bukan pekerja dan anggota
keluarganya.
Melihat dari isi peraturan presiden tersebut dapat dikatakan dengan menjadi anggota BPJS
peserta memperoleh manfaat meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif meliputi
manfaat medis dan non medis. Manfaat non medis diantaranya akomodasi dan ambulan. Kelebihan
dari BPJS sendiri adalah peserta mendapat pengobatan yang efektif, aman dan dengan biaya yang
efektif. Mengapa disebut pengobatan yang efektif dan aman? Karena pengobatan pada BPJS
berdasarkan Formularium Nasional (Fornas) yang sudah disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir

oleh komite nasional penyusun Fornas. Obat yang masuk dalam daftar Fornas adalah obat yang
paling berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai
acuan untuk penulisan resep dalam sistem JKN. Sehingga pasien tidak perlu mengeluarkan biaya
yang mahal untuk pengobatan yang sebenarnya dapat diperoleh dengan khasiat dan keamanan yang
terjamin.
Akan tetapi pelayanan BPJS dapat kita rasakan dengan ketentuan harus dimulai dari
pelayanan primer dulu jika pelayanan primer tidak mampu baru dirujuk ke pelayanan lanjutan
kecuali untuk kasus gawat darurat, hal ini bagi sebagian besar masyarkat dirasa merepotkan namun
sistem ini dinilai paling ideal untuk pemerataan pengobatan disemua fasilitas pelayanan kesehatan
agar pengobatan lebih terarah dan sistematis yang nantinya juga akan memudahkan masyarakat
sendiri. Yang menjadi permasalahan berikutnya adalah Fornas hanya sebagai acuan dalam
melaksanakan BPJS, tidak semua fasilitas pelayanan kesehatan bisa menyediakan obat yang ada di
dalam Fornas karena hal tersebut masih tergantung kesanggupan dari fasilitas pelayanan kesehatan
sendiri. Dan tidak semua obat dicover oleh BPJS masih ada obat-obat tertentu yang harus dibayar
sendiri oleh pasien. Masalah berikutnya adalah ketersediaan obat masih dipengaruhi oleh hari libur
dan jadwal tutup akhir tahun perusahaan obat maupun distributor, dimana pada bulan desember
biasanya perusahaan obat memiliki jadwal tutup akhir tahun dan masih terpengaruh oleh libur natal
dan tahun baru, dimana saat itu terjadi perusahaan obat tidak menerima transaksi pembelian obat
sehingga mengakibatkan terjadi kekosongan obat di fasilitas pelayan kesehatan. Yang menjadi
keluhan masyarakat kemudian adalah sistem antrian yang sangat panjang pada pelayanan kesehatan
dan tidak adanya fasilitas tunggu yang nyaman bagi pasien sendiri yang harus ikut mengantri. Meski
demikian sebagian besar masyarakat berpendapat cukup merasakan manfaat dengan menjadi
peserta BPJS.
Hal-hal tersebut merupakan sebagian evaluasi untuk sistem BPJS, hal ini mungkin dapat
segera dibenahi baik dari BPJS sendiri maupun dari fasilitas pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan BPJS kedepannya sembari mempersiapkan seluruh warga negara
Indonesia menjadi peserta BPJS yang ditargetnya paling lambat tercapai pada 1 januari 2019 agar
cita-cita terwujudnya Indonesia sehat juga diiringi dengan fasilitas dan layanan yang memuaskan.