Sudah Siapkah Kita Menuju UKAI dan OSCE?

Oleh: Fakhriah Hayati
Dept.Kajian Strategis dan Advokasi-BEMF Farmasi UAD

Beberapa tahun lalu dunia farmasi sempat digegerkan dengan wacana akan diadakannya Uji Kompetensi Apoteker Indonesia atau yang sering disebut UKAI untuk calon lulusan profesi Apoteker. Yang mana artinya untuk dapat lulus dari profesi Apoteker dan disumpah calon Apoteker harus melalui ujian bersama se-Indonesia terlebih dulu, bisa diibaratkan ini merupakan Ujian Nasionalnya calon Apoteker. Hal ini dilakukan salah satu alasannya untuk mengatasi keberagaman kurikulum tiap universitas yang memiliki profesi Apoteker di Indonesia, hal ini dimaksudkan sebagai sebuah parameter bahwa lulusan Apoteker dari manapun memiliki kualitas yang sama dan layak menjadi Apoteker, sehingga tidak ada lagi klaim bahwa Apoteker lulusan universitas A lebih baik dari universitas B. Karena pada ujian ini merupakan pengetahuan paling dasar atau minimal yang seorang Apoteker wajib miliki, sehingga apabila telah lulus dari ujian ini maka Apoteker tersebut dapat dikatakan sudah layak untuk terjun ke masyarakat dan mengejawantahkan ilmunya. Selang beberapa tahun setelah UKAI berjalan dunia kefarmasian kembali dihebohkan dengan wacana akan diadakannya UKAI dan OSCE sebagai ujian akhir keprofesian farmasi. Lantas sudah siapkan kita menuju UKAI dan OSCE?
OSCE atau Objective Structured Clinical Examination sendiri lebih dikenal sebagai suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara obyektif dan terstruktur dalam bentuk putaran station dalam waktu tertentu, biasanya tiap station menggunakan waktu 5 hingga 15 menit. Dikatakan obyektif karena semua mahasiswa diuji dengan ujian yang sama. Terstruktur karena yang diuji keterampilan klinik tertentu dengan menggunakan lembar penilaian tertentu. Tujuannya adalah untuk menilai kompetensi dan keterampilan klinis mahasiswa secara obyektif dan terstruktur. Sistem ujian ini sebenarnya sudah lebih dulu dilakukan oleh rekan profesi sejawat kita yaitu mahasiswa kedokteran sebagai salah satu syarat untuk menjadi Dokter. Calon Dokter harus mengikuti Computer Based Test (CBT) dan OSCE sendiri. Sistem ini kemudian diadopsi oleh kefarmasian untuk calon-calon Apoteker dengan tujuan semakin meningkatkan kompetensi Apoteker tidak hanya dari segi pengetahuan namun juga dari segi skill dan profesionalisme.
Namun bidang kefarmasian seperti yang semua mahasiswa farmasi tau sangat luas tidak hanya tentang klinis namun juga tentang distribusi dan industri. Sebagian besar universitas di Indonesia membagi konsen farmasi menjadi beberapa bidang yang umumnya meliputi bidang Klinik dan Komunitas serta Sains dan Bahan Alam. Namun OSCE dikenal sebagai uji kompetensi dalam bidang klinik, lantas apakah mahasiswa yang memilih konsen Farmasi Sains dan Bahan Alam harus banting setir ikut mempelajari seluruh bidang klinik agar dapat lulus UKAI dan OSCE?. Tentu sebagai calon Apoteker teman-teman banyak mempertanyakan hal ini karena melihat dari soal-soal UKAI tahun 2016 dan 2017 lebih berat ke bidang klinik hingga muncul istilah “ Apoteker rasa Dokter”. Tapi kita mahasiswa farmasi sebagai calon Apoteker terutama yang memilih konsen Sains dan Bahan Alam tidak perlu berkecil hati, karena hasil evaluasi UKAI tahun 2016 dan 2017 memutuskan untuk UKAI tahun selanjutnya komposisi soal akan lebih berimbang baik dalam bidang klinik, industri dan distribusi. Berbeda dengan OSCE pada mahasiswa kedokteran yang hanya fokus pada bidang klinik, tentunya kita farmasi tidak bisa hanya berfokus pada satu bidang klinik karena kompetensi keprofesian Apoteker sangat luas dan tidak hanya bekerja di unit pelayanan namun juga berkerja di unit industri dan distribusi. Sehingga pada ujian OSCE untuk profesi Apoteker akan mencakup semua bidang yaitu klinik, industri dan distribusi. Meskipun dalam OSCE komposisi klinik masih sedikit lebih banyak, dimana akan ada 10 station yang terdiri dari 4 station bidang klinik, 3 station bidang industri dan 2 station bidang distribusi. Masih ada 1 station yang nantikan menjadi station istirahat. Dan untuk CBT ketiga bidang tersebut akan mendapat porsi yang sama banyak. Dengan demikian kedepannya Uji Kompetensi Apoteker Indonesia akan lebih menjadi “rasa Apoteker” tidak lagi “Apoteker rasa Dokter”.
Oleh sebab itu kita mahasiwa farmasi para calon Apoteker meskipun sudah memilih konsen tertentu dalam bidang farmasi kita juga tetap harus melek terhadap konsen yang lainnya. Karena pada dasarnya semua pengetahuan dasar baik dalam bidang klinik, industri dan distribusi sudah diberikan sebelum mahasiswa memilih konsen tertentu. sehingga sebagai calon Apoteker yang profesional dan kompeten kita harus menguasai pengetahuan dan skill mendasar dari semua bidang kefarmasian, semua ini dilakukan untuk mewujudkan cita-cita bersama kita menuju “Terwujudnya Profesi Apoteker yang paripurna, sehingga mampu mewujudkan kualitas hidup sehat bagi setiap manusia” sesuai dengan visi besar IAI.