Urgensi Rancangan Undang-Undang Kefarmasian

Urgensi Rancangan Undang-Undang Kefarmasian

Oleh: Fakhriah Hayati

DepT. Kajian Strategis BEMF Farmasi UAD

Badan Eksekutif Mahasiswa Farmasi UAD telah melakukan diskusi online terkait urgensi dari Rancangan Undang-Undang Kefarmasin  pada hari kamis , 30 november 2017 pukul 19.00 WIB. Forum diskusi ini dimoderatori oleh anggota Departemen Kajian Strategis BEM Farmasi UAD, Ria Putri Salma.

Pokok bahasan diskusi ini adalah mengenai urgensi dari adanya Rancangan Undang-Undang Kefarmasian dan poin-poin penting apa yang harus dimuat dalam RUU tersebut. Perlunya perlindungan terhadap profesi kefarmasian di bidang tenaga kesehatan menjadi salah satu latar belakang munculnya gagasan terbentuknya RUU ini.

Beberapa alasan yang diutarkan mengenai Urgensi pembentukan Undang-Undang ini adalah: Pertama, regulasi yang mengatur praktik kefarmasian yakni Peraturan Pemerintah nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dinilai tidak saja harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sosial, melainkan atas hukumnya masih menginduk pada Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, sementara undang-undang dimaksud sudah tidak berlaku dengan terbitnya Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Kedua, implementasi ketentuan tentang praktik kefarmasian belum menjangkau persoalan-persoalan yang terjadi dimasyarakat.

Untuk menindak lanjuti hal tersebut, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan No.82/PUU-XIII/2015 mengenai kesepakatan untuk segera mempersiapkan Rumusan Rancangan Undang-Undang Farmasi, yang dijadwalkan selambat – lambatnya trimester pertama tahun 2017.

Sebagian peserta diskusi menganggap adanya rancangan undang-undang kefarmasian ini dinilai sangat penting mengingat tenaga kesehatan dibidang kefarmasian masih belum memiliki payung hukum yang kuat dan jelas mengenai posisi keprofesian apoteker dimasyarakat maupun terkait sanksi-sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan. Sehingga dapat menjadi pondasi yang kuat dalam mengatur profesi apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya.

Namun sebagian lagi mengkhawatirkan apakah dengan adanya Undang-Udang Farmasi ditengah peliknya permasalahan kefarmasian saat ini akan mampu memperbaiki pelayanan kefarmasian seperti apoteker yang tidak berada diapotek, kasus penjualan antibiotik secara bebas dibeberapa daerah terpencil oleh apoteker, kasus obat dan resep palsu yang marak terjadi malah justru menjadi bomerang bagi apoteker itu sendiri karena belum siapnya profesi kita?

Jika melihat dari latar belakang munculnya usulan perumusan Undang-Undang Farmasi hal ini dirasa tidak perlu ditunda. Terkait ketidak siapan profesi apoteker yang saat ini sedang sangat memprihatinkan, justru dengan adanya undang-undang ini diharapkan akan mampu mendisiplinkan apoteker dan memperbaiki citra apoteker dimasyarakat. Jadi jika RUU ini ditunda dikhawatirkan hal-hal dan masalah yg menjadi latar belakang munculnya gagasan tersebut akan terus meningkat dan semakin buruk citra tenaga kefarmasian.

Sedangkan dari sisi poin-poin apa saja yang harus dimuat dalam rancangan undang-undang ini adalah diantaranya:

  1. Praktik pelayanan kefarmasian dan Sangsi bagi apoteker yg mangkir
  2. Pengaturan apotek online dan petunjuk mengenai pelayanan apoteker pelayanan di apotek online
  3. Aturan distribusi obat dan distribusi antibiotik
  4. Bidang pendidikan diantaranya mengenai
  • Acuan kurikulum yang sama bagi pendidikan apoteker di Indonesia
  • Standar kompetensi kefarmasian
  • Standar kelulusan apoteker
  • Transparansi UKAI dan
  • Mengatur mengenai pembukaan prodi farmasi baru

 

Harapannya dengan adanya Undang-Undang Kefarmasian bukan hanya sekedar untuk pemberian payung hukum, tetapi  juga untuk memberikan arahan, tata cara, serta pengelolaan yang menjadi dasar dan acuan untuk bidang farmasi dengan tegas serta menjadi dorongan bagi apoteker untuk melakukan praktek kefarmasian yang profesional dan bertanggung jawab. Tetapi jika belum dapat terealisasikan, diharapkan pelayanan kefarmasian juga terus ditingkatkan dan penekanan pada peran dan tugas apoteker senantiasa ditanamkan sehingga dapat menimbulkan jiwa profesional apoteker dan tetap berkomitmen pada sumpah walaupun belum terdapat Undang-Undang yang memayungi.